Pantulan 45/14: Sajak Rahimidin Zahari, “Sajak Lanskap”

Pantulan 45/14: Mengenang kehilangan

Teman tersohor, Rahimidin Zahari muncul pada belekan malamku berupa “Sajak Lanskap”,Dewan Sastera, Ogos 1991, muka surat 29. Gubahan pendek ini memukau. Demikian menyentuh dan menguja seseorang yangpernah mengalami, lantas mengapresiasikannya. Pantai, apalagi ketika berdiri pada tempat paling kena, boleh memukau, mendamba dan melekakan. Dari situ, tentu tampak gelombang yang berpecah mengombak oleh tiupan angin yang mesra, tanpa bertukar ganas; pulau-pulau melatari kaki langit, dan kalaulah masih ada perahu-perahu layar para nelayan desaku (atau boleh juga hadir dalam keterasingan, sebuah kapal layar mewah) di kejauhan, pastilah tiada pilihan lain akan mampu mengalih minda yang tertekad di cengkam oleh suasana tersedia. Tetapi… hanya temanku ini mencalar rasa kesenanganku itu dengan “tubuh kurus”, “rambutnya/yang kusut panjang..” . Aku akur, hidup ini ada derita dirasai orang lain, tidak seperti yang kupernah kecapi dahulu itu.

ASKAT: Yaa! Inilah sajak kerana ia melekat disetiap patah kata, setiap baris, dan setiap rangkapanya. Kependekan yang mencetus pemanjangan. — at Dewan Sastera, Ogos 1991